cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia
ISSN : 2655514X     EISSN : 26559099     DOI : http://doi.org/10.38011/jhli
Core Subject : Social,
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia (JHLI) terbit dengan nomor ISSN baru mulai volume 5 nomor 1. Sebelumnya, “JHLI” terdaftar dengan nomor ISSN: 2355-1350 dengan nama Jurnal Hukum Lingkungan (JHL). Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia (JHLI) merupakan salah satu wadah penelitian dan gagasan mengenai hukum dan kebijakan lingkungan, yang diterbitkan oleh Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) setiap 6 bulan sekali.
Arjuna Subject : -
Articles 7 Documents
Search results for , issue "Vol 7 No 1 (2020): Oktober" : 7 Documents clear
Kajian Teori Public Trust Doctrine Dalam Kasus Lingkungan: Studi Kasus UU Minerba Baru Ardianto Budi Rahmawan; Kenny Cetera
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 7 No 1 (2020): Oktober
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38011/jhli.v7i1.178

Abstract

AbstrakPublic Trust Doctrine (PTD) mengatur bahwa pemerintah wajib mengurus SDA untuk kepentingan publik meskipun akses atas Sumber Daya Alam (SDA) tersebut telah diberikan kepada pihak tertentu. Tulisan ini hendak membahas konstruksi PTD dalam hukum Indonesia dan menggunakan PTD untuk menganalisis konstitusionalitas UU Minerba Baru (UUMB), yang resmi disahkan pada tanggal 12 Mei 2020. Banyak pihak menyayangkan pengesahan ini karena dianggap mendukung eksploitasi minerba yang tidak berkelanjutan dan mengancam kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah tambang. Penulisan artikel ini akan menggunakan metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan sumber bahan sekunder berupa peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Hasil analisis menunjukkan eksistensi PTD pada Pasal 33 ayat (3) Konstitusi, yang dapat diaplikasikan apabila: SDA tersebut memiliki peranan penting dalam menguasai hajat hidup orang banyak dan pengaturan SDA tersebut dalam UU memenuhi unsur “sebesar-besar kemakmuran rakyat.” Namun, analisis pada Pasal 22, 169A ayat (1), dan 169B ayat (5) UUMB menunjukkan adanya ketidakselarasan dengan konsep PTD.Kata Kunci: Public Trust Doctrine, Sumber Daya Alam (SDA), UU Minerba.AbstractThe Public Trust Doctrine (PTD) regulates that the government should prioritize public interest even if the access to the natural resources (SDA) has been given to individuals or parties. The research will discuss PTD construction in Indonesian law and use PTD to analyze Mineral and Coal Law constitutionality that has been enacted on May 12, 2020. Many parties regret the enactment of this law because the law tends to promote unsustainable exploitation and threatens public welfare who live nearby the mines. This research will be conducted by using normative juridical method and secondary resources such as law and constitutional court award (MK). The result indicates that PTD existence on Article 33 sec (3) Indonesia constitution is applicable if: SDA has a crucial role in public sphere and SDA regulation fulfills the elements “to the fullest of public welfare”. Yet, our analysis on article 22, article 169A sec (1), and article 169B sec (5) of Mineral and Coal Law shows incoherence with the concept of PTD. Keywords: Public Trust Doctrine, Natural Resources, Mining Law
Penegakan Hukum terhadap Pencemaran Lingkungan di Sungai Cikijing, Jawa Barat Akibat Aktivitas Industri Tekstil PT. Kahatex Agung Kurniawan Sihombing
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 7 No 1 (2020): Oktober
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38011/jhli.v7i1.209

Abstract

AbstrakHak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak fundamental manusia yang diatur dalam Undang-undang Dasar 1945 dan peraturan perundang-undangan di bawahnya. Di sisi lain, negara membutuhkan pembangunan sebagai upaya dalam memajukan negaranya. Sayangnya, kedua hal ini sulit berjalan beriringan secara optimal. Hal ini dikarenakan pemenuhan hak atas lingkungan yang baik dan sehat sering kali terhambat oleh aktivitas industri yang tidak bertanggung jawab. Contohnya, hal ini dapat dilihat pada kasus pembuangan limbah tekstil PT. Kahatex di Kabupaten Bandung yang telah mencemari Sungai Cikijing di Rancaekek, Jawa Barat. Meski izin pembuangan limbahnya telah dicabut, PT. Kahatex masih terlihat melaksanakan aktivitasnya dengan dampak pencemaran lingkungan yang masih berkelanjutan. Lebih lanjut, Bupati Sumedang tidak berani menghentikan operasi perusahaan tersebut mengingat jumlah karyawan PT. Kahatex yang terancam kehilangan pekerjaan. Oleh karena itu, tulisan ini bertujuan untuk menganalisis permasalahan lingkungan yang ada serta memberikan saran terhadap penegakan hukum yang sebaiknya dilakukan.                  Kata kunci: Cikijing, industri, lingkungan, penegakan hukum, PT. KahatexAbstractThe right to a good and healthy environment is a fundamental right which is regulated in the Indonesian Constitution and the regulations below it. On the other hand, the state needs development to make the people prosperous. However, these two concepts are difficult to go hand in hand optimally. This due to the right to a good and healthy environment is often hampered by irresponsible industrial activities. For example, this could be seen in textile waste disposal by PT. Kahatex in Bandung Regency which has polluted the Cikijing River in Rancaekek, West Java. Although the waste disposal permit has been revoked, PT. Kahatex was still carrying out its activities. Moreover, The Sumedang Regent did not have the courage to stop the company's operations, considering the number of employees from PT Kahatex is threatened to be jobless. Therefore, this paper aims to analyze existing environmental problems and suggests recomendation for the law enforcement.Keywords: Cikijing, industry, environment, law enforcement, PT. Kahatex
Nasib Target Emisi Indonesia: Pelemahan Instrumen Lingkungan Hidup di Era Pemulihan Ekonomi Nasional Syaharani Syaharani; Muhammad Alfitras Tavares
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 7 No 1 (2020): Oktober
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38011/jhli.v7i1.212

Abstract

AbstrakPandemi COVID-19 menyebabkan turunnya perekonomian Indonesia hingga 2,3%. Selama masa pandemi, pemerintah Indonesia berupaya meningkatkan perekonomian salah satunya melalui investasi dengan mengesahkan Revisi Undang-Undang Minerba, dan Undang-Undang Cipta Kerja. Di satu sisi, peraturan ini dianggap menjadi harapan bagi pertumbuhan ekonomi. Di sisi lain, peraturan ini berpotensi merusak lingkungan dan tidak sejalan dengan komitmen pemerintah Indonesia dalam menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK) dimana di dalamnya melemahkan instrumen perlindungan dan pengelolaan lingkungan. Padahal,  Nationally Determined Contribution (NDC) Indonesia menargetkan penurunan emisi gas rumah kaca sebesar 29% dengan Business As Usual (BAU) dan sebesar 41% dengan bantuan internasional di tahun 2030. Pelemahan instrumen lingkungan berpotensi menyebabkan meningkatnya emisi gas rumah kaca melalui kegiatan tinggi karbon dan investasi pada energi fosil. Oleh karena itu, tulisan ini akan menganalisis secara kritis bagaimana pelemahan instrumen lingkungan dalam UU Cipta Kerja dan Revisi Undang-Undang Minerba menghambat pemenuhan target penurunan emisi gas rumah kaca Indonesia di era pemulihan ekonomi nasional.                  Kata kunci: Instrumen Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan, Pemulihan Ekonomi Nasional, UU Cipta Kerja, UU Minerba, Target Emisi Gas Rumah Kaca.AbstractCOVID-19 pandemic caused a decrease in the Indonesian economy by 2.3%. During the pandemic, the Indonesian government tried to improve the economy through investment by completing the Omnibus Bill's draft and the approval of the Revised Minerba Act. Regulations that are considered able to boost the economic growth, on the other hand, have the potential to damage the environment and are not in line with the commitment of the Indonesian government in reducing greenhouse gas (GHG) emissions, which in turn cripples environmental protection and management instruments. In Indonesia's Nationally Determined Contribution (NDC), there is a target of reducing greenhouse gas emissions by 29% and 41% with international assistance from Business As Usual (BAU) in 2030. The weakening of environmental instruments can cause an increase in greenhouse gas emissions through high carbon activities and investment in fossil fuels. This paper is a critical analysis of how the crippling of environmental instruments in the Omnibus Bill and the Revised Minerba Act hamper the fulfillment of Indonesia's GHG emission reduction targets in the era of national economic recovery.Keywords: Environmental Protection and Management Instruments, National Economic Recovery, Omnibus Bill, Minerba Law, Greenhouse Gas Emissions Target.
Litigasi Perubahan Iklim Privat di Indonesia: Prospek dan Permasalahannya Zefanya Albrena Sembiring; Audi Gusti Baihaqie
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 7 No 1 (2020): Oktober
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38011/jhli.v7i1.215

Abstract

AbstrakMasalah doktrinal menjadi salah satu rintangan sulit untuk diselesaikan dalam gugatan perubahan iklim. Beberapa gugatan perubahan iklim di Amerika Serikat menunjukkan permasalahan seperti hak gugat, yurisdiksi, sampai banyaknya pihak yang berpotensi untuk bertanggung jawab. Dengan banyaknya permasalahan, litigasi perubahan iklim tampak seperti sebuah pilihan yang sangat sulit untuk ditempuh. Namun, harapan itu muncul ketika perkembangan ilmu dan teori hukum beberapa tahun terakhir menjawab permasalahan dalam litigasi perubahan iklim. The Second Wave of Climate Litigation menjadi pertanda baru adanya harapan bagi permasalahan doktrinal dalam litigasi perubahan iklim. Lebih lanjut, pengaturan Hak Gugat di Indonesia menunjukkan prospek bahwa isu perubahan iklim di Peradilan Indonesia akan banyak dibicarakan di tahap substansi. Untuk itu, tulisan ini bertujuan membahas permasalahan doktrinal apa yang berpeluang terjadi jika litigasi perubahan iklim diajukan di Indonesia. Tulisan ini juga berpendapat bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teori hukum dapat meringankan pembuktian litigasi perubahan iklim privat di Indonesia.Kata Kunci: Litigasi Perubahan Iklim Privat, Hak Gugat, The Second Wave of Climate Litigation. AbstractThe doctrinal issue is one of the most difficult challenges to be addressed in climate litigation. Some climate change cases in the United States show complexities such as legal standing, courts jurisdiction, and a huge amount of potential defendants. With these complexities, climate litigation seems to be a very tough way to go through. Nonetheless, science and legal theory in the last few years show a glimmer of hope concerning climate litigation. The Second Wave of Climate Litigation is a sign of hope to address the doctrinal issue in climate litigation.  In addition to that, the stipulation of legal standing in Indonesia provides the prospect that climate change will be discussed substantially in Indonesian court. Therefore, this paper discusses doctrinal issue that is likely to arise in Indonesia’s climate litigation. This paper also argues that the development of scientific evidence and legal theory can ease the improbable burden of proof in Indonesia’s private climate litigation.Keywords: Private Climate Litigation, Legal Standing, The Second Wave of Climate Change Litigation.
Penerapan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan dan Ekonomi Berwawasan dalam Peraturan Perundang-Undangan Penggunaan Kawasan Hutan dalam Rangka PSN Pasca Pengesahan Perpres 66/2020 Dalila Doman; Nadia Doman
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 7 No 1 (2020): Oktober
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38011/jhli.v7i1.222

Abstract

AbstrakPrinsip pembangunan berkelanjutan dan ekonomi berwawasan lingkungan merupakan amanat Pasal 33 ayat (4) UUD NRI 1945. Oleh karena itu, kedua amanat ini harus diterapkan dalam peraturan perundang-undangan di bawahnya termasuk di sektor kehutanan dan perekonomian nasional. Pemerintah menilai percepatan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) tidak hanya menumbuhkan perekonomian nasional, tetapi juga dapat menjaga kondisi ekonomi nasional selama pandemi COVID-19. Penilaian tersebut membuat pemerintah mengesahkan Perpres 66/2020 yang mengatur pendanaan pengadaan tanah dalam rangka pelaksanaan PSN, salah satunya di kawasan hutan. Peraturan pendanaan pengadaan tanah di kawasan hutan ini dikhawatirkan memberikan ancaman bagi penerapan pembangunan berkelanjutan dan ekonomi berwawasan lingkungan di sektor kehutanan. Oleh karena itu, artikel ini akan menganalisis apakah pembangunan berkelanjutan dan ekonomi berwawasan lingkungan di sektor kehutanan terancam dengan adanya peraturan ini.Kata kunci: Pembangunan berkelanjutan, ekonomi berwawasan lingkungan, Proyek Strategis Nasional, kawasan hutan.  AbstractSustainable development and environmental perspective in economics are the mandates of The Constitution of the Republic of Indonesia of 1945. Therefore, these two principles shall be implemented in the regulations beneath, including the forestry sector and national development. The government assumes that acceleration of the National Strategic Project (PSN) could not only increase the national economy growth, but also preserve it during the COVID-19 pandemic. That assumption made the government enact the Presidential Regulation No. 66 of 2020, which regulates land acquisition financing in PSN implementation, including in the forest areas. This land acquisition financing in the forest area regulation is expected to possess a threat to sustainable development and environmental perspective in economics implementation in forestry sector. Therefore, this article will analyse whether sustainable development and environmental perspective in economics are threatened with this regulation.Key words: Sustainable development, environmental economy perspective, National Strategic Project, forest area.
Analisis PermenKP No. 12/2020 Terkait Kebijakan Ekspor Benih Lobster berdasarkan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan pada New Normal Khairunnisa Bella Dina; Hamnah Hasanah
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 7 No 1 (2020): Oktober
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38011/jhli.v7i1.223

Abstract

Abstrak Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia No. 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster (Panulirus spp.), Kepiting (Scylla spp.), dan Rajungan (Portunus spp.) di Wilayah Negara Republik Indonesia (PermenKP No. 12/2020) membolehkan ekspor benih lobster dari wilayah Indonesia yang sebelumnya dilarang. Alih-alih menambah kesejahteraan nelayan dengan peningkatan ekonomi dan devisa negara, hal ini justru bertentangan dengan perlindungan benih lobster sebagai plasma nutfah yang harus dijaga ciri khasnya secara turun temurun agar tidak hilang dari perairan Indonesia. Oleh karena itu, tulisan ini akan menganalisis dasar kebijakan PermenKP No. 12/2020 dalam hubungannya dengan keberlanjutan ketersediaan sumber daya kelautan dan perikanan hingga implementasinya pada tatanan Normal Baru (New Normal) saat ini. Artikel ini berkesimpulan bahwa pemberlakuan PermenKP No. 12/2020 yang mengizinkan ekspor benih lobster, menandakan Pemerintah telah gagal memenuhi prinsip pembangunan berkelanjutan pada sumber daya kelautan dan perikanan.Kata Kunci: PermenKP No. 12/2020, Ekspor Benih Lobster, Sumber Daya Kelautan dan Perikanan, Pembangunan BerkelanjutanAbstract Minister of Marine and Fisheries Regulation No. 12 of 2020 on Lobster (Panulirus spp.), Mud Crab (Scylla spp.) and Swimming Crab (Portunus spp.) Management in the Territory of the Republic of Indonesia (PermenKP No. 12/2020) allows the export of lobster seeds from Indonesian territory which was banned previously. Instead of increasing fishermen’s welfare by raising the country’s economy and foreign exchange, this policy contradicts the protection of lobster seeds as germplasm which hereditary characteristics must be preserved in order to protect its sustainability in the Indonesian waters. Therefore, this paper will analyze the rationale of PermenKP No. 12/2020 in its connection with the sustainability of marine and fisheries resources, and its implementation in the current New Normal order. This article concludes that the enactment of PermenKP No. 12/2020 which allows the export of lobster seeds signifies the Government has failed to fulfill the sustainable development principle in marine and fisheries resources.Keywords: PermenKP No. 12/2020, Lobster Seed Export, Marine and Fisheries Resources, Sustainable Development
Akibat Kepailitan pada Penegakan Hukum Lingkungan yang Berorientasi Pemulihan oleh Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah Azam Hawari; Deni Daniel
Jurnal Hukum Lingkungan Indonesia Vol 7 No 1 (2020): Oktober
Publisher : Indonesian Center for Environmental Law

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.38011/jhli.v7i1.225

Abstract

AbstrakKepailitan bertujuan untuk mengoptimalkan harta debitur guna membayar kepada kreditur-krediturnya. Konsekuensinya, kepailitan menuntun pada eksekusi riil dari instrumen penegakan lingkungan hidup terhadap korporasi--khususnya terhadap harta korporasi—melalui instrumen pidana, perdata, maupun administrasi. Hal ini akan berpengaruh pada pemenuhan pemulihan sebagai sanksi dari penegakan hukum. Lebih jauh lagi, kepailitan menyebabkan pembatasan tagihan dan pengurusan korporasi, sehingga menghambat eksekusi dari instrumen penegakan ini. Oleh karena itu, tulisan ini akan mengeksplorasi hubungan negara dan korporasi yang jatuh pailit dalam berbagai skenario instrumen penegakan dan eksekusi instrumen penegakan. Tulisan ini menemukan bahwa kepailitan membawa implikasi yang beragam pada eksekusi masing-masing instrumen penegakan yang mana perlu dipertimbangkan dalam penegakan hukum lingkungan yang berorientasi pemulihan.Kata kunci: kepailitan, penegakan hukum lingkungan, korporasiAbstractBankruptcy aims to optimize the debtor's assets in order to pay its creditors. Consequently, bankruptcy leads to the execution of environmental law enforcement instruments on corporations - especially towards corporate assets - via criminal, civil, and administrative instruments. Moreover, this will affect the fulfillment of environmental restoration as the sanction of law enforcement. Furthermore, bankruptcy makes restrictions against bills and corporate management, thus hampering execution of the law enforcement. Therefore, this paper will explore the relationship between a state and a bankrupt corporation in various scenarios of law enforcement. This paper finds that bankruptcy has various consequences on the execution of each law enforcement instrument, which needs to be considered in restorative-oriented-environmental law enforcement.Keywords: bankruptcy, environmental law enforcement, corporation

Page 1 of 1 | Total Record : 7